Ada banyak jalan menuju Roma. Mungkin
pepatah itu sama dengan, ada banyak jalan supaya bisa ber-traveling gratis. Inilah yang saya alami. Saya bisa berkesempatan
mengunjungi Manado, Sulawesi Utara secara gratis saat menjadi Jurnalis di media
cetak cukup ternama. Disamping kewajiban saya meliput sebuah perhelatan besar di
bidang Pariwisata di Manado pada awal tahun 2012, yaitu Asean Tourism Forum
(ATF). Saya dan rekan-rekan jurnalis sempat melakukan city tour dan mengabadikan beberapa tempat-tempat yang patut
dikunjungi ketika berada di sana.
|
Pintu Gerbang Masuk Klenteng Ban Hing Kiong, Manado, Sulawesi Utara. Foto-Foto oleh Ageng Wuri. |
|
Papan Nama Klenteng sebagai Tempat Beribadat Konghucu. |
|
Wisatawan Yang Datang dari Luar Propinsi. |
Manado memang identik dengan ikon
pariwisatanya. Destinasi wisata pantai, bawah laut seperti taman nasional
Bunaken yang banyak dikunjungi bule-bule untuk menyelam, hingga kuliner menjadi andalan
daerah tersebut. Namun, tidak banyak terungkap atau terpublikasi mengenai
wisata destinasi kota atau city tour
yang meliputi wisata-wisata bangunan bersejarah, dan lainnya.
|
Neraca Dupa. |
Berkeliling kota Manado, sayang bila tak sempat mengunjungi
sebuah klenteng tua di area pecinanan kawasan kota lama. Menurut informasi dari
guide sekaligus
driver mobil sewaan yang kami tumpangi, Edward namanya. Klenteng
itu bernama
Ban Hing Kiong. Klenteng ini dikenal sebagai klenteng tertua
di Manado, Sulawesi Utara. Klenteng ini sekaligus merupakan peninggalan
bersejarah bagi kota Manado.
Tempat ibadah umat Tridharma yang berada di Jalan Panjaitan
ini tampak mencolok mata. Di depan klenteng terdapat gapura yang persis berada
di antara persimpangan jalan yang berbentuk segi tiga. Di bagian atas gapura
terdapat papan nama bertuliskan Tempat Ibadat Tridharma, Ban Hing Kiong.
|
Pelataran Doa Dewa-Dewa. |
Sama seperti
klenteng lainnya. Warna merah dan kuning keemasan tampak mendominasi klenteng
ini. Ornamen-ornamen khas Tionghoa seperti lampion, naga, tambur menghiasi
klenteng. Sayang waktu itu saya berkunjung pada siang hari dan bukan perayaan
Imlek. Jadi tidak bisa melihat ornamen lampion yang berada di luar. Karena, saat perayaan Imlek, klenteng ini sungguh cantik dengan
lampion-lampion yang menghiasinya.
|
Pelataran Doa dan Sembahyang. |
Klenteng
ini selain didominasi dengan warna merah, juga didominasi oleh patung-patung,
lukisan-lukisan wajah para dewa. Di kiri-kanan bangunan ini terdapat lukisan
harimau atau macan dan naga. Bergerak ke lantai atas, kita akan menemukan dua meriam peninggalan jaman Belanda. Huruf VOC di meriam tersebut menjadi
peninggalan yang bersejarah dan menarik.
|
Klenteng dari Jendela Lantai 2. |
Memasuki
pelataran, tampak arca-arca kepercayaan umat Konghucu tertata di atas altar
lantai satu klenteng. Altar-altar itu, yaitu Altar Tuhan, Altar YS Siang Seng
Bo, Altar YS Kong Tek Cun Ong, Altar YS Hok Tek Ceng Sin, Altar Tri Nabi Agung
dan Altar YS Kwan Im Pho Sat. Saat itu klenteng sepi, tidak ada umat yang
sedang berdoa. Di bagian tengah juga terdapat sedikit renovasi.
|
Meriam Peninggalan VOC. |
Berdasarkan asal
usul sejarahnya, sang driver yang
merangkap menjadi guide mengatakan
bahwa klenteng ini didirikan sekitar 1670-an atau 300 tahun yang lampau. Menurut
sumber website kelenteng.com, Ban Hing Kiong
terdiri dari atas 3 kata. Ban
berarti banyak, Hing berarti
kelimpahan kebaikan, dan Kiong
berarti istana. Maka Ban Hing Kiong
mempunyai arti Istana Penuh Berkah. Kabarnya
juga, klenteng ini dahulu terbakar pada peristiwa 14 Maret 1970, kemudian
dibangun kembali, sehingga banyak dokumen-dokumen bersejarah yang hilang dan hangus
terbakar.
waaah kereeen..jadi pengen ngeblog manado..hehhehee...
BalasHapusMakasih Kakak Ipin :)), ditunggu postingannya ya soal Manado pasti keren-keren deh foto2nya.. hehehe
BalasHapus